اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ , وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ , وَ عَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمْ 2× وسليم

Jumat, 22 Mei 2015

Muhammadiyah Putuskan Awal Puasa 18 Juni dan Lebaran 17 Juli 2015

Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah melakukan hisab penentuan awal Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriyah. Hasilnya, Muhammadiyah memutuskan awal puasa 1 Ramadan pada Kamis 18 Juni 2015 dan Idul Fitri  1 Syawal atau Hari Raya Lebaran pada Jumat 17 Juli 2015.

Keputusan itu tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah bernomor 01/MLM/I.0/E/2015 tentang penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1436 Hijriyah. Maklumat tersebut ditandatangani Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Sekretaris Umum Agung Danarto pada 28 April 2015.

Dalam Maklumat yang diterima Liputan6.com, Minggu (3/5/2015), dijelaskan, pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menentukan awal puasa dan lebaran adalah menggunakan hisab hakiki wujudul hilal.

Hasilnya, ijtimak jelang Ramadan 1436 Hijriyah terjadi pada Selasa 16 Juni 2015 pukul 21.07 WIB. Sedangkan ijtimak jelang Syawal 1436 Hijriyah terjadi pada Kamis 16 Juli 2015 pukul 03.26 WIB.

Dari hasil hisab itu, Muhammadiyah memutuskan awal puasa 1 Ramadan 1436 Hijriyah jatuh pada Kamis 18 Juni 2015, dan Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriyah pada Jumat 17 Juli 2015.

Kamis, 12 Januari 2012

Wudhu Lahir dan Batin

Seorang ahli ibadah bernama Isam Bin Yusuf, sangat waras dan khusyuk sholatnya. Namun, dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggap lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasaikan kurang khusyuk.

Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al- Assam dan bertanya, "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?" Hatim berkata,

"Apabila masuk waktu solat, aku berwudhu lahir dan batin." Isam bertanya, "Bagaimana wudhu lahir dan batin itu? " Hatim berkata,"Wudhu lahir sebagaimana biasa yaitu membasuh semua anggota wudhu dengan air".

Sementara wudhu batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
* Bertaubat
* Menyesali dosa yang telah dilakukan
* Tidak tergila-gila akan dunia
* Tidak mencari/mengharap pujian orang (riya')
* Tinggalkan sifat berbangga
* Tinggalkan sifat khianat dan menipu
* Meninggalkan sifat dengki."

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat.

Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku rasakan:
1. aku sedang berhadapan dengan Allah,
2. Surga di sebelah kananku,
3. Neraka di sebelah kiriku,
4. Malaikat Maut berada di belakangku, dan
5. Aku bayangkan pula aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Shiratal mustaqim' dan menganggap bahwa sholatku kali ini adalah sholat terakhir bagiku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik."

"Setiap bacaan dan doa didalam sholat, aku paham maknanya kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersholat selama 30 tahun."

Apabila Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

Meninggalkan Khianat, Mendapatkan Rahmat

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari berkata: “Dulu, aku pernah berada di Makkah semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan lapar yang sangat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari sutera yang diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula.

Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Aku lalu keluar dari rumah, dan saat itu ada seorang bapak tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, ‘Ini adalah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi permata’. Aku berkata pada diriku, ‘Aku sedang membutuhkan, aku ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini padanya’.

Maka aku berkata pada bapak tua itu, ‘Hai, kemarilah’. Lalu aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, ciri-ciri permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. Maka aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku katakan padanya, ‘Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu’. Ternyata dia bersikeras, ‘Kau harus mau menerimanya’, sambil memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mau menerima.

Akhirnya bapak tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar dengan perahu. Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi!

Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, ‘Ajarkanlah Al-Qur’an kepadaku’. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak.

Di dalam masjid, aku menemukan beberapa lembar dari mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, ‘Kau bisa menulis?’, aku jawab, ‘Ya’. Mereka berkata, ‘Kalau begitu, ajarilah kami menulis’. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu juga aku mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, ‘Kami mempunyai seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau menikahinya?’ Aku menolak. Tetapi mereka terus mendesak, ‘Tidak bisa, kau harus mau’. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga. Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan di Makkah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan saat itu kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu.

Mereka berkata, ‘Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya’. Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. ‘Ada apa dengan kalian?’, kataku bertanya. Mereka menjawab, ‘Tahukah engkau, bahwa orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak perempuan ini’. Dia pernah mengatakan, ‘Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku’.

Dia juga berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku’, dan sekarang sudah menjadi kenyataan’. Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari uang 100 ribu dinar itu.”

Artikel Motivasi

 
 

© Bluberry Template Copyright by PKU Muhammadiyah Pamotan

Template by Blogger Templates | Blog-HowToTricks